Activity

Promo

Event Calendar

Info Management

Article

Hall Of Fame

Latest Article

Apa itu inovasi nyamuk Wolbachia

Thursday, 07 December 2023

Apa itu inovasi nyamuk Wolbachia ?

Hai Mitra ABE,

Kembali berjumpa lagi di kolom artikel kesehatan kali ini, dibulan berbeda di kondisi cuaca yang juga mulai berbeda yaa dimana banyak daerah yang sudah mulai mendapatkan sejuk karena hujan yang sudah mulai sering turun dihampir semua daerah di Indonesia Musim hujan identik dengan musim banyak genangan air, banyak sarang jentik nyamuk, banyak nyamuk.. Semoga dengan perubahan cuaca yang saat ini terjadi, dari musim kemarau yang sangat panjang yang lalu ke musim penghujan ini kita semua dalam keadaan yang selalu sehat sekeluarga, selalu bahagia dan keluarga selalu harmonis.. Aamiin.. Dengan tetap terus mengonsumsi Prolisda setiap hari, kandungan propolis brazil dan habbatussauda-nya yang menghasilkan Artepilin-C menjadi antioksidan yang sangat bermanfaat untuk menjaga imunitas tubuh kita dan keluarga.

Mitra ABE tercinta, pada kolom artikel kesehatan kali ini kami ingin berbagi informasi dan wawasan seputar kesehatan yang terkini, dimana beberapa minggu terakhir ini marak kita mendapat informasi yang menjadi pemberitaan diberbagai media informasi dan media sosial terkait adanya penggunaan inovasi teknologi nyamuk Wolbachia di Indonesia yang memberikan reaksi pro kontra. Sebetulnya apa secara jelasnya dan mengapa dilakukan pengembangan teknologi nyamuk Wolbachia ini ? Mengutip dari website resmi universitas Indonesia esa unggul yang memberitakan hasil perbincangannya dengan Profesor Maksum Radji, pakar mikrobiologi dan bioteknologi dari Prodi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul Jakarta, bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia termasuk di Indonesia. Lebih dari 4,5 juta kasus DBD dan lebih dari 4.000 kematian akibat demam berdarah di 80 negara di Dunia yang terlaporkan sejak awal Januari hingga awal November 2023. Sedangkan di Indonesia, tercatat sebanyak 68.996 kasus DBD terjadi hingga Oktober 2023 dengan jumlah kematian seanyak 498 jiwa (data KEMENKES RI).

Lantas apa yang dimaksud dengan teknologi nyamuk Wolbachia ?

Dijelaskan oleh Prof.Maksum, bahwa Wolbachia adalah bakteri, bakteri yang sangat umum dan terdapat secara alami pada 50% spesies serangga, termasuk beberapa spesies nyamuk, lalat buah, ngengat, capung dan kupu-kupu. Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan. Analisis resikonya menunjukkan bahwa pelepasan nyamuk ber-Wolbachia menimbulkan resiko yang dapat diabaikan terhadap manusia dan lingkungan.

Wolbachia hidup di dalam sel serangga dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui telur serangga. Nyamuk Aedes aegypti biasanya tidak membawa wolbachia, melainkan nyamuk jenis lainnya yang membawa Wolbachia. Metoda penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui program Wolbachia ini diinisiasi oleh Organisasi World Mosquito Program (WMP) yang telah di 14 negara sejak tahun 2011, termasuk di Indonesia, tuturnya.
Bagaimana nyamuk Wolbachia bisa mengurangi populasi nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus Dengue ?

Prof. Maksum menjelaskan, bahwa ketika nyamuk aedes aegypti membawa bakteri wolbachia, bakteri tersebut bersaing dengan virus, seperti virus Demam Berdarah Dengue, virus Zika, virus Chikungunya, dan virus demam kuning. Hal ini mempersulit virus untuk berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, sehingga kecil kemungkinan nyamuk menyebarkan virus dari orang ke orang.

Artinya, ketika nyamuk aedes aegypti membawa bakteri Wolbachia alami, penularan virus seperti demam berdarah, zika, cikungunya, dan demam kuning akan berkurang. Wolbachia yang ada di dalam tubuh nyamuk dapat menghambat replikasi virus Dengue atau virus lainnya. Pada nyamuk aedes aegypti, yang merupakan vector utama dari virus Dengue menyebabkan nyamuk aedes aegypti yang membawa bakteri Wolbachia ini tidak dapat menularkan virus Dengue antar manusia melalui gigitannya, jelasnya.

Tujuan utam proyek ini adalah untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD), Demam Kuning, dan Chikungunya, karena keberadaan bakteri Wolbachia dalam nyamuk mampu menghambat replikasi virus Dengue, virus Zika, dan virus Chikungunya.

Teknologi nyamuk Wolbachia dilakukan dengan cara meletakkan telur nyamuk yang membawa bakteri Wolbachia dilingkungan tempat tinggal masyarakat, dimana banyak berkembang populasi nyamuk Aedes Aegypti yang menjadi vector utama penularan penyakit DBD. Telur nyamuk yang terdapat bakteri Wolbachia akan menetas menjadi nyamuk dewasa dan berkembang biak, paparnya.

Diperjegas oleh Prof Maksum, bahwa jika nyamuk aedes aegypti jantan yang memiliki bakteri Wolbachia kawin dengan Aedes Aegypti betina local tanpa Wolbachia, makan virus pada nyamuk betina akan terhambat replikasinya atau mati. Disamping itu jika yang memiliki Wolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan liar yang tidak memiliki bakteria Wolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia. Sehingga dalam beberapa siklus tertentu diharapkan tidak ada lagi virus Dengue dalam nyamuk Aedes Aegypti karena adanya bacteria Wolbachia. Fenomena ini sangat menguntungkan mengingat bahwa hanya nyamuk betina saja yang menggigit dan menghisap darah manusia, sedangkan nyamuk yang jantan tidak.

Dengan demikian pengembangan nyamuk yang membawa bakteri Wolbachia ini bukanlah merupakan hasil rekayasa genetika dan bukan juga merupakan nyamuk transgenic, karena materi genetic nyamuk tidaklah diubah, jelasnya.

Efektifitas teknologi nyamuk Wolbachia

Menurut prof Maksum, pemanfaatan teknologi Wolbachia telah dilaksanakan dibeberapa negara antara lain Brasil, Australia,Vietnam, Fiji, Vanuatu, Meksiko, Kiribati, New Caledonia, Singapura dan Sri Lanka, dimana hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan DBD. Lebih lanjut prof. Maksum menjelaskan bahwa di Indonesia program nyamuk pembawa bakteria Wolbachia ini pertama diteliti dan dikembangkan di Yogyakarta, bekerjasama dengan para peneliti dari UGM. Hasilnya, metoda Wolbachia ini terbukti berhasil menurunkan 77% kasus DBD dan menurunkan risiko rawat inap di Rumah Sakit sebesar 86%.

Ditambahkan prof. Maksum bahwa hasil uji coba efektifitas penyebaran nyamuk yang terinfeksi Wolbachia untuk pengendalian Demam Berdarah telah dipublikasikan pada jurnal internasional, yaitu The New England Jounal of Medicine. Dengan melansir laman https://www.nejm.org/doi/full/nejmoa2030243#article disebutkan bahwa introgresi bakteri Wolbachia ke dalam populasi nyamuk Aedes Aegypti efektif dalam mengurangi kejadian gejala Demam Berdarah, dan mengakibatkan lebih sedikit rawat inap, karena Demam Berdarah diantara para penderita.

Namun demikian, penggunaan nyamuk dengan Wolbachia ini, bukan berarti menggantikan seluruh upaya pencegahan DBD yang ada. Langkah-langkah sebelumnya masih tetap perlu dijalankan, seperti 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur), fogging sesuai indikasi, dan gerakan satu rumah satu juru jumantik, tuturnya.

Bagaimana dengan pendapat masih adanya keraguan dalam penerapan teknologi namuk yang membawa bakteri Wolbachia ini?

Prof. Maksum mengungkapkan bahwa secara ilmiah keberhasilan metoda ini sudah jelas. Namun kontroversi yang muncul adalah karena kesimpangsiuran informasi yang beredar di medsos, sehingga menimbulkan kekhawatiran dimasyarakat. Khusus tentang kasus penundaan upaya penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Denpasar, Bali telah dijelaskan oleh Kemenkes. Penundaan program di Denpasar, adalah dikarenakan adanya pihak-pihak yang belum mendapatkan informasi secara jelas terkait manfaat inovasi Wolbachia. Kemenkes menyebutkan bahwa memang ada sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat yang cinta Bali bersikeras menunda sebelum semua pihak mendapatkan informasi dan kesiapan yang memadai. Kemenkes menyebutkan penolakan bukan kepada persoalan teknologi yang telah terbukti efektif dana aman.

Pada kesempatan lainnya, diseminar virtual yang diselenggarakan World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, dr.Warsito Tantowijoyo juga mengatakan, bahwa nyamuk Aedes Aegypti yang dikenal sebagai vector pembawa virus Dengue apabila didalam tubuhnya mengandung bakteria Wolbachia maka tidak akan menularkan virus Dengue-nya ke manusia. Sebab Wolbachia akan menahan replikasi virus Dengue di dalam tubuh nyamuk. Memang tidak Nampak ada perubahan pada nyamuk, namun virus dengue tidak bisa berkembang karena wolbachia memblokade proses replikasi, kata pakar entomology ini. Tidak hanya menahan replikasi, bahkan dengan adanya bakteria Wolbachia dalam tubuh nyamuk akan menyebabkan jumlah virus dengue pun akan menjadi sedikit. Potensi menulari dengue menjadi sangat rendah, paparnya.

dr. Warsito Tantowijoyo menuturkan penelitian yang dilakukan sejak 2011 yang dimulai dari dusun Kronggahan Sleman ini dilanjutkan di beberapa kecamatan di kota Yogyakarta dan telah menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Meski pada awalnya pihaknya kesulitan mensosialisasikan program ini ke masyarakat karena dianggap menyebarkan penyakit demam berdarah dengan melepas nyamuk di sekitar rumah mereka. Bukan sesuatu yang mudah, bahkan dianggap kontradiktif, disatu sisi selama ini ada program pengendalian nyamuk dan kita malah menyebarkan, katanya.

Menurutnya, diawal riset ini mereka banyak melakukan pekerjaan di laboratorium dengan mengembangkan populasi nyamuk yang mengandung Wolbachia. Selanjutnya populasi nyamuk ber-Wolbachia disebarkan di setiap rumah penduduk. Meski populasinya belum mampu memengaruhi total nyamuk yang ada, namun ia berkeyakinan jumlah nyamuk Wolbachia baik jantan dan betina akan terus bertambah karena akan berkembang biak terus di alam liar. Kita akan hentikan terus penyebarannya jika keturunan Wolbachia sudah mencapai 60% dari total populasi nyamuk di suatu tempat, katanya.

Adapun tentang kontroversial lainnya, antara lain yang menyebutkan bahwa teknologi nyamuk pembawa Wolbachia, adalah hasil rekayasa genetika atau mengandung gen LGBT, atau program depopulasi atau upaya untuk mengurangi populasi penduduk di negara tertentu, atau program untuk melacak seseorang dengan menanamkan microchip pada orang melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang membawa bakteria Wolbachia, ataupun penyebaran nyamuk aedes aegypti pembawa bakteria Wolbachia, ataupun penyebaran nyamuk aedes aegypti yang membawa bakteria Wolbachia dari udara melalui pesawat terbang, dan info disinformasi lainnya, merupakan info yang tepat, mengingat bahwa program nyamuk pembawa bakteria Wolbachia ini bukan berdasarkan suatu teknologi yang berbasis rekayasa genetika, atau teknologi transgenic. Karena tujuan utama dari proyek ini adalah untuk penyebaran nyamuk aedes aegypti pembawa virus Dengue. Sedangkan nyamuknya pun tetap alami, karena materi genetika nyamuk tidak diubah.

Namun demikian, bila penolakan tersebut dimaksudkan dalam rangka kehati-hatian dan guna antisipasi dampak jangka panjang yang ditimbulkannya dapat kita pertimbangkan dengan baik, sebab program ini melibatkan peran serta masyarakat, pungkasnya mengakhiri perbincangan ini.

Penerapan teknologi Wolbachia telah menjadi bagian dari strategi nasional pengendalian DBD di Indonesia. Meskipun teknologi ini terbukti efektif, masyarakat tetap diminta untuk tetap melakukan gerakan 3M plus, yaitu Menguras, Menutup dan Mendaur ulang serta Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Sumber : https://www.esaunggul.ac.id/ , https://ugm.ac.id/id/berita